Sabtu, 12 Februari 2011

Wakil Perdana Menteri Inggris mengangkat 'mengkhawatirkan' atas hak asasi manusia dan akses tekan dibatasi untuk Papua Barat dalam pertemuan dengan pejabat Pemerintah Indonesia

Hal ini telah muncul bahwa Wakil Perdana Menteri Inggris Nick Clegg telah menimbulkan kekhawatiran ke tingkat tertinggi dari Pemerintah Indonesia mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan terus menerus di Papua Barat, dan akses terbatas diberikan kepada wartawan asing ke wilayah tersebut.

Wakil Perdana Menteri membuat representasi kepada menteri Indonesia selama KTT Asia-Uni Eropa pada bulan Oktober.

Selama pertukaran di House of Lords di Parlemen Inggris pada tanggal 16, pertukaran berkepanjangan terjadi antara beberapa Lords melaporkan tentang pelanggaran hak asasi manusia oleh militer Indonesia di Papua Barat dan penolakan akses ke daerah untuk wartawan asing. Banyak dari mereka mendesak Pemerintah Inggris untuk mengambil garis lebih kuat terhadap Indonesia. (view tukar di sini)

Situasi di Papua Barat dan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah ini terus meningkat dalam kesadaran publik di Inggris dalam beberapa tahun terakhir, sebagian karena upaya kampanye kemerdekaan pemimpin pengasingan Benny Wenda. Awal tahun ini Perdana Menteri Inggris David Cameron menggambarkan keadaan masyarakat Papua di bawah pemerintahan kolonial bahasa Indonesia sebagai 'situasi buruk' yang mengarah ke perayaan di seluruh Papua Barat bahwa seorang pemimpin Barat telah mencatat situasi mereka publik. Baru-baru ini, rekaman disiarkan di siaran berita nasional Channel 4, yang menunjukkan tentara Indonesia menyiksa orang Papua, yang menyebabkan kemarahan kemaluan di Inggris dan representasi lebih lanjut dari Pemerintah Inggris.

Senin, 06 Desember 2010

Kau Tembus Hatiku

Cintaku,
Aku ingat ketika aku melihat dunia ini melalui mata butaku yang 
berlinang air mata. Lalu aku dirikan benteng di sekitarku. 
Aku pikir tidak ada yang dapat menembus rintanganku.
Tapi kamu datang menembusnya.
Kau tunjukkan padaku hidup yang berbeda;
pentingnya menjadi diriku sendiri, berbagi emosi,
dan memberikan rasa cinta. Kamu membuatku berpikir.
Kau membuatku dapat menghadapi diriku

Minggu, 05 Desember 2010

Gerakan separatis ganggu Papua PANGLIMA TNI KE HANKAMRATA

Gerakan separatis ganggu Papua
PANGLIMA TNI KE HANKAMRATA
 



TIMIKA - Situasi kamtibmas di beberapa wilayah di Papua seperti di Jayapura cukup terganggu akhir-akhir ini menyusul insiden penembakan oleh orang tak dikenal, namun secara khusus di Mimika situasinya cukup kondusif.

Namun, Komando Distrik Militer (Kodim) 1710 Mimika, Papua menangkal isu adanya gerakan dari kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) di beberapa lokasi strategis di wilayah itu dalam bulan Desember ini.

Dandim 1710 Mimika, Letkol Inf Bonni Christian Pardede di Timika, Minggu (5/12), mengatakan, sejauh ini situasi kamtibmas di Mimika aman-aman saja. "Sampai sekarang aman-aman saja, meski TNI dan Polri terus mengantisipasi berbagai kejadian yang akan timbul," kata Bonni.

Bonni juga menegaskan, aparat TNI dan Polri di wilayah itu tidak menggelar pengamanan khusus menjelang 1 Desember dan 14 Desember yang memiliki makna khusus bagi sebagian kecil orang di Papua.

"Masyarakat tidak perlu khawatir yang berlebihan. Aparat juga tidak melakukan pengamanan khusus pada 1 Desember dan 14 Desember. Semuanya biasa-biasa saja seperti hari-hari lainnya," jelas Bonni.

Menjelang 1 Desember lalu, aparat TNI dan Polri di Mimika menggelar razia senjata tajam di beberapa lokasi di Timika dan sekitarnya.

Dalam razia tersebut, aparat sempat mengamankan 12 orang yang tertangkap tangan membawa busur dan anak panah, tulang kasuari, parang dan pisau.

Tidak itu saja, Satuan Lalu Lintas (Sat Lantas) Polres Mimika juga mengamankan beberapa sepeda motor yang tidak memiliki kaca spion dan pengemudinya tidak mengenakan helm standar, tidak memiliki STNK dan SIM.

Kabag Ops Polres Mimika, Kompol Mada Indra Laksanta mengatakan, warga yang membawa senjata tajam akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku agar memberi efek jera kepada pelaku.

Hal serupa juga diberlakukan kepada pengendara sepeda motor yang melanggar UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Sementara itu, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengungkapkan, dukungan pemerintah daerah terhadap latihan militer yang dilakukan TNI dinilai sangat penting. Hal ini dikatakan Panglima TNI dalam pertemuan dengan kepala daerah di Pendopo Kabupaten Kutai Timur. "Ini memperlihatkan pentingnya sistem pertahanan semesta," ungkap Panglima.

Agus Suhartono sendiri dijadwalkan akan menyaksikan langsung latihan militer yang digelar di Sangatta, Kaltim. Latihan ini melibatkan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) yang melakukan perang darat, laut dan udara dalam Geladi Lapangan PPRC TNI Siaga Kilat XXVII Tahun 2010.

Latihan ini melibatkan satu batalion lintas udara dan amphibi. Skenario latihan serangan ini adalah merebut tiga titik vital di kawasan Kalimantan Timur, yakni Bukit Pelangi, Kawasan Sangatta Timur, dan Bandara Tanjung Bara.

PPRC memulai serangan dengan infiltrasi penerjunan malam hari. 32 penerjun Kelompok Depan Daerah Operasi Linud (KDOL) melakukan pembersihan daerah penerjunan dan pendaratan serangan amphibi. Enam pesawat Hercules dikerahkan untuk menurunkan penerjun dalam serangan udara. Pesawat jenis Hawk akan melakukan pembersihan kawasan penerjunan.

Jumat, 08 Oktober 2010

PILOT CANADA DIDAKWA PERKOSA DUA PEREMPUAN


Jumat, 8 Oktober 2010 | 05:01 WIB
algaryherald Kolonel Russell Williams menghadapi tuduhan di pengadilan terkait pembunuhan dua wanita, pelecehan seks dan perampokan
Kolonel Russell Williams didakwa membunuh dua wanita, pelecehan seks dan perampokan.
KOMPAS.COM - Kolonel Russell Williams (47), pilot elit mantan komandan militer Kanada, didakwa mencuri pakaian dalam wanita, pelecehan seksual, pembunuhan dan pencurian 82 kali.

Pilot handal kelahiran 7 Maret 1963 itu juga pernah menerbangkan Sang Ratu serta menjadi komandan terbesar pangalan Angkatan Udara Kanada, berdedikasi dan memiliki performa yang tinggi.
Namun, belakangan rakyat Kanada terkejut dengan kasus yang membelitnya. Dia bekerja  sebagai perwira staf yang bertanggung jawab atas pesawat angkut  komandan Angkatan Udara.

Di pengadilan setempat, dia didakwa membunuh dua perempuan, pelecehan seksual dan mencuri 82 kali di rumah sekitar dia tinggal. Pria yang juga pernah menerbangkan PM Kanada ini dikenal high profile namun harus menghadapi tuduhan menjadi pembunuhan berantai.

Dalam sidang yang digelar Kamis (7/10/2010) waktu setempat, terungkap Williams telah membunuh Jessica Lloyd (27) yang tubuhnya ditemukan bulan Februari 2010 dan  Marie Comeau (38) tentara wanita berpangkat kopral di bawah komandonya yang ditemukan tewas di rumahnya November tahun lalu.

Tuduhan bertambah lengkap, karena sang Kolonel ini sering memasuki rumah wanita, mencuri pakaian dalamnya dan memperkosanya. Rumah rumah yang telah disatroninya berada di daerah Ontario, September 2009.

Tidak itu saja, sudah sebanyak 47 rumah yang dia rampok di tahun 2007 bahkan ada sebagian rumah yang berulang kali disatroninya beralamat di jalan yang sama.

Letnan Jenderal (Purn) Angus mengaku kaget atas kasus yang menimpa Kolonel Williams. "Ini aneh. Aku belum pernah melihat hal seperti itu. Mengejutkan semua orang karena dia adalah seorang perwira tinggi dalam posisi kepemimpinan, tapi semakin kita belajar tentang hal itu semakin anda menyadari hal ini adalah tindakan individu bejat tunggal," katanya dikutip telegraph.co.uk. (Widodo)

KOK BISA SBY KEDULUHAN HILLARY ?

Jumat, 8 Oktober 2010 | 11:52

SHUTTERSTOCK
Hillary Rodham Clinton.

TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com — Persoalan politik luar negeri dengan Belanda tampaknya lebih menguras perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan jajarannya. Pembatalan lawatan ke Belanda yang bersamaan dengan bencana banjir bandang di Papua mendapatkan respons yang lebih besar.
Hingga Jumat (8/7/2010) ini, belum ada pernyataan Presiden mengenai bencana yang sudah menelan hampir 100 korban tewas. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton sudah lebih dulu menyatakan keprihatinannya atas bencana tersebut.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Chairun Nisa, menyayangkan kurangnya perhatian pemerintah. "Masak bisa keduluan Hillary? Pemerintah seharusnya lebih dulu memberikan pernyataan dan menyampaikan apa saja kebijakan yang diambil untuk penanggulangan dan penanganan bencana itu. Bagaimanapun, ini bencana besar," ujar Chairun Nisa, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (8/10/2010).
Lambatnya respons politik pemerintah dinilai sebagai kurangnya perhatian atas apa yang terjadi pada rakyat. "Kalau sampai keduluan orang lain, kok sepertinya tidak sensitif terhadap rakyat yang kena musibah," katanya.
Meskipun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah turun ke lokasi, menurut Chairun Nisa, tidak cukup tanpa adanya pernyataan resmi pemerintah atas bencana itu. Para menteri juga diminta turun langsung untuk memastikan penanganan berjalan semestinya.
"Saya pikir harus segera ditangani korbannya banyak sekali. Walaupun sebenarnya, semua bencana ini alam, yang mungkin saja karena kesalahan manusia. Tidak cukup hanya BNPB, harus integratif dari kementerian lain. Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, harus segera turun ke sana," kata anggota Fraksi Partai Golkar ini.
Seperti diberitakan, banjir bandang melanda Wasior, Papua Barat. Aktivitas kota itu lumpuh. Hingga pagi ini, jumlah korban tewas sudah mencapai 97 orang. Diyakini korban tewas akan terus bertambah mengingat timbunan lumpur di kota itu mencapai dua hingga tiga meter.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham Clinton menyampaikan keprihatinan terhadap banjir di Papua Barat, Rabu (6/10/2010) di Washington. "Atas nama rakyat Amerika Serikat, kami menyampaikan simpati mendalam terhadap kerusakan dan jatuhnya korban jiwa akibat banjir dan longsor di Indonesia bagian timur, terutama di Provinsi Papua Barat," kata Hillary.
Dalam rapat kabinet, Kamis (7/10/20100), Presiden juga tidak menyinggung soal bencana alam ini. Saat itu kepala negara banyak mengulas soal anggaran belanja negara dan menyampaikan bantahan terkait anggaran negara untuk baju Presiden.

Selasa, 05 Oktober 2010

WAMENA KILLING WAS EXTRAJUDICIAL MURDER: WITNESSES

WAMENA KILLING WAS EXTRAJUDICIAL MURDER: WITNESSES
Nick Chesterfield, westpapuamedia.info
Tuesday, October 5, 2010: Evidence is continuing to emerge from Wamena, in West Papua’s Highlands, that a shooting of unarmed community security guards by Indonesian police on Monday was a extrajudicial murder by Indonesian Police.
According to witnesses interviewed by a local human rights investigation team, Ismael Lokobal, the coordinator of the Balim Petapa (unarmed community security security guards formed by Dewan Adat Papua), was shot whilst trying to seek shelter from indiscriminate police shooting at the DAP Balim Lapago office about 1 km from the police station.
Amos Wetipo and Frans Lokobal were shot when police opened fire after they refused to get down from a police truck outside the Wamena North K3 Police station.  Wetipo was shot in the head by police standing at the back of the truck, bullets also striking Frans Lokobal in the wrist.  Both men suffered from heavy blood loss according to witnesses, and Amos Wetipo is reportedly in a coma.
The shootings occurred after unarmed Petapa members went to the police station to seek and explanation for the unauthorised seizure of a box of berets for Petapa uniforms, and Rp40 million in cash. No Petapa paraphernalia that was seized contained any banned items or symbols so there was no reason for its seizure.  Human rights sources reported to westpapuamedia.info that Petapa members felt the seizure was heavy handed and repressive, and refused to leave the police station without an explanation, when police emerged firing assault rifles directly at the gathered crowd without any verbal warnings or warning shots.   Indonesian media have incorrectly reported that the Petapa members had attacked the police station causing an officer to be injured, but this is untrue.
Petapa was formed by the DAP in July after a series of violent incidents carried out by security forces and transmigrant militia members, and had been providing a visible peacekeeping security presence for mobilisations on peaceful demonstrations, which though allowed under Indonesian law are almost always dispersed with force by security forces.  Whilst they have been trained in physical self defence, a significant part of Petapa’s training has been on non-violent conflict resolution.  Petapa are not mandated by DAP to be anything but a defensive security guard.

The Baptist Church of Papua is deeply disturbed by the continued violence meted out by Indonesian security forces in the highlands, and had called for the police to take responsibility for their actions.   “The barbaric behavior of this state apparatus is not human. Security forces should not shoot and kill civilians for any reason and or ideology,”said  Reverend Socratez Sofyan Yoman,  President  of the Baptist Church of Papua.
“Violence and the killing of God’s people is not the way the settlement but creates new more difficult problems.  The unity of the Indonesian state (NKRI) can not be managed and maintained in with violence and spilling people’s blood,” Yoman said.    “The shooting shows that the people of Papua are not safe in the land of their ancestors.  The security forces should be responsible and do not quibble with blaming civilians,” explain Reverend Yoman.
Local human rights sources are calling for an immediate, open investigation by Komnas HAM (National Human Rights Commission), with international monitoring, and the the police officers guilty of shootings to be charged with murder and sentenced appropriately.
The situation in Wamena is extremely tense on latest information, and demonstrations are likely.  Local human rights sources are calling for the Indonesian security forces to exercise restraint and professionalism.
westpapuamedia.info
A Preliminary report in Bahasa Indonesia contains photos of the dead, injured and arrested men (not of their deaths and arrests) and a full chronology.  is available for download here: KRONOLOGIS PENEMBAKAN ANGGOTA PETAPA DI WAMENA

Mobilising a Papuan peace force in Sabron by DAP!


Mobilisation of P3 force by DAP!
Bintang Papua, 3 September 2010
Mobilising a Papuan peace force in Sabron
Without making a lot of noise, the Dewan Papua Adat (Papuan Customary Council) has now mobilised its own force in response to the rising political tension in Papua.
They have mobilised more than 500 people for a Papuan Peace Force (P3) and yesterday they took part in a rally in the forecourt of the home of the chairman of DAP, Forkorus Yaboisembut.
This mobilisation of forces has also taken place in other places such as Manokwari, Biak and Sorong.
Forkorus said that this mobilisation is in response to the intensifying political situation in Papua, which means that a force is needed to protect the authority of DAP, its personnel, its land and its natural resources.
He said that orders had been given to each Korda (district coordinator) to send forces to Jayapura but because of time pressures, on this occasion, it occurred in each respective region.
‘Normally this would take place at Kemtuk Gresik but on this occasion, we held it at the DAP office although some mobilisation also took place in Biak, while in Manokwari, joint prayers were held.
‘We are aware that the political situation in Papua has intensified. Therefore in order to safeguard a peaceful atmosphere, this is being done in order to avoid anything happening here like what happened in East Timor, should an independent Papua emerge.’ [This is clearly a reference to the situation that arose in East Timor following the referendum held in 1999 which voted overwhelming in favour of Timorese independence. On that occasion, an estimated one thousand people died and tens of thousands were forced from their homes by the Indonesian military.]
He want to say: ‘We must respect each other.’
He said that should the UN agree to a referendum being held, the P3 forces would stand ready to safeguard everyone thus reducing the possibility of acts of revenge by those unsatisfied with the agreement by the UN (for a referendum).
He also said that as a follow-up to today’s event, the DAP will visit all parts of Papua for the creation of P3 forces throughout the territory. He also said that ‘the force has already been set up. It now remains for us to identify its function and equipment, so as to ensure that it plays the role of keeping the situation peaceful, on both sides of the political divide’.
Members of P3 have been mobilised in a number of places such as Dapabre, Genyem, Kentut Gresik, Sentani, and Abepura, including Polimak Jayapura, amounting to altogether 500 people.

Senin, 04 Oktober 2010

BREAKING NEWS INDONESIA POLICE SHOOTS 3, 1 DEAD IN WAMENA WEST PAPUA

TUNAS INDONESIA penjaga MASYARAKAT 3 KEAMANAN di Wamena, 1 DEAD  Nick Chesterfield, westpapuamedia.info  Senin, 4 Okt 1800 AEST: Informasi baru saja diterima dari sumber di Wamena bahwa pasukan keamanan Indonesia telah menembak mati tiga orang Papua Barat yang merupakan bagian dari pengawal orang-orang sipil yang baru dibentuk itu. Anggota Petapa, non-kekerasan adat satuan keamanan yang dibentuk oleh Dewan Adat Papua untuk melindungi orang-orang Papua Barat terlibat dalam ekspresi bebas damai, sedang berusaha untuk meredakan situasi tegang yang disebabkan oleh serangan polisi Indonesia pada 0800 waktu setempat pagi ini.  Setelah warga telah berkumpul di luar markas besar Kepolisian Jayawijaya damai tapi berseri menuntut kembalinya seragam dan perlengkapan secara hukum disetujui untuk Petapa, atau Dewan Adat Daerah Sipil Bodyguard. Polisi meningkat situasi yang tanpa peringatan dan dengan kekuatan penuh, karena mereka datang berlari dari kantor Polisi menembakkan putaran hidup ke udara dan di kerumunan menurut saksi diwawancarai oleh tim hak asasi manusia setempat hari ini.  ISMAIL LOKOBAL, 34, meninggal setelah ditembak di jantung luar DAP lokal (Dewan Adat Papua, atau Papua Dewan Adat) kantor. perwira POLRI telah mengejar orang banyak, menembak tanpa pandang bulu ke arah mereka, dan mengejar turun sebagian besar korban ketika mereka berusaha mencari perlindungan di kantor DAP.  AMOS Wetipo, 42 ditembak di kepala, dan FRANS LOKOBAL, 36 tertembak di pergelangan tangan. Kedua orang berada dalam kondisi kritis dari bloodloss, tapi tidak diketahui pada saat menulis jika mereka telah disediakan perawatan medis, atau mungkin survive.LAORENS LOGO, 38; Johanis HESELO, 41; Aleks Wetapo, 35; Oto Wetapo, 36 ; semua anggota Dewan Adat Daerah Sipil Bodyguard, telah ditangkap, dipukuli oleh Polisi dan ditahan di Polres Jayawijaya. Situasi ini dijelaskan saat ini sebagai sangat tegang. Perintah penyebaran dan jam malam sedang ditegakkan, tetapi tidak jelas apakah masyarakat lokal akan menerima pembunuhan.  Informasi lebih lanjut seperti yang datang ke tangan.  (C) Media Papua Barat Tanda 2010. Simak Baca secara fonetik

Kamis, 30 September 2010

Gadis Langganan Para Pejabat Buka Mulut




MINAHASA SELATAN , KOMPAS.com — Jumlah korban Stevan M alias Vidi, tersangka penyewaan gadis-gadis belia kepada para hidung belang, tak terhitung dengan jari lagi.

Kami bawa si korban ini, lalu putar-putar Minahasa Selatan untuk tunjukkan mana-mana saja kantor tempat si hidung belang, lalu dia tunjukan, makanya kami tahu.
-- Ajun Komisaris Mohamad Kamidin, Kapolsek Amurang

Itu pun baru terungkap di salah satu sekolah kejuruan ternama di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, yang Rabu (29/9/2010) kemarin didatangi personel Kepolisian Sektor Amurang.

"Kami baru turun di satu sekolah untuk mengambil keterangan korban. Korban ini kami ketahui dari keterangan korban AR dan Vidi sendiri, hasilnya baru satu sekolah itu saja sudah terdapat 12 atau belasan oranglah, dan semuanya jaringan si Vidi," ujar Ajun Komisaris Mohamad Kamidin, Kapolsek Amurang, kepada Tribun Manado.

Ia menambahkan, mereka besok akan kembali melacak korban di sekolah lain, seperti yang dibeberkan korban AR ini.

"Besok kami akan turun lagi di sekolah-sekolah untuk mencari keterangan korban lainnya agar jaringan ini bisa terbongkar dan siapa lagi tersangka yang dapat diketahui," ujar Kamidin.

Menurut dia, korban disewakan Vidi dari beberapa lapisan masyarakat, ada yang pegawai negeri sipil (PNS), pekerja swasta, bahkan ada yang anggota polisi.

"Kalau di Minahasa Selatan, berdasarkan pengakuan korban, rata-rata penyewanya adalah PNS dari berbagai golongan. Yang kami sudah ketahui pasti nama Rino T, seseorang di dinas kehutanan, dan seorang lagi mantan camat di Minsel," ujarnya.

Korban AR pun buka mulut bahwa ia tak sempat bersetubuh dengan seorang mantan camat karena dia berlaku kasar sehingga AR pun lari. Meski demikian, dirinya sempat dipegang karena sudah disewakan oleh Vidi.

"Kami bawa si korban ini, lalu putar-putar Minahasa Selatan untuk tunjukkan mana-mana saja kantor tempat si hidung belang, lalu dia tunjukkan, makanya kami tahu," ucap Kamidin lagi.

Bukan hanya itu. Berdasarkan pengakuan AR, ada dua atau tiga orang di antaranya anggota polisi di Polres Minsel dan menurut AR ada seorang yang sangat dikenalnya bertugas di bagian buru dan sergap. AR mengaku "dipakai" di Desa Poigar, Kecamatan Sinonsayang.

Menurut Kapolsek Amurang, pekerja swasta pun ada. Sewaktu mengantar korban untuk menunjukkan hidung belang yang disewakan Vidi, seorang pekerja swasta tersebut adalah kepala unit di sebuah kantor badan usaha milik negara (BUMN) di Minahasa Selatan.

"Keterangan korban kepada kami, dia ini kepala unit di sebuah BUMN di Minahasa Selatan," ungkap Kamidin.

Pengakuan para korban kepada polisi, terdapat enam lokasi yang sering dipakai, yakni penginapan Transit di Sinonsayang, Hotel Minahasa Indah (MI) di Amurang, penginapan samping Pegadaian Amurang, Penginapan MCM jalan Menuju Pinaling, rumah Vidi, dan rumah penyewa itu sendiri.

Khusus untuk pesanan spesial ke Manado dan Bitung, korban memang tak mengetahui banyak siapa dan apa pekerjaan dari mereka, tetapi setahu mereka memakai seragam aparat negara.

Vidi dan Ari memang sudah seperti membisniskan penyewaan ini sebab, menurut Kapolsek Amurang, mereka berteman, tetapi terlibat persaingan gadis untuk disewakan.

"Kalau Vidi kebanyakan anak sekolahan, tetapi Ari anak-anak yang putus sekolah. Kalau ada jaringan Vidi yang direbut Ari tanpa izin, kadang Vidi dongkol sama si Ari," ungkapnya.

Sementara beberapa warga Desa Lopana mulai resah terhadap adanya jaringan ini. Rolly Makauli, tokoh masyarakat di desa tersebut, mengatakan kepada wartawan Tribun Manado, warga di sekitar lingkungan Vidi mulai ramai membicarakan kejadian ini.

"Saya datang ke sebuah acara, mereka ramai membicarakan gonjang-ganjing mengenai si Vidi dan mereka sangat menginginkan Vidi dapat ganjaran sesuai hukum dan setimpal dengan perbuatannya," ujarnya.

Beberapa orangtua pun mulai gelisah. "Saya takut anak saya nanti jadi korban, kalau ada yang ngajak-ngajak main ke sini-situ, tahu-tahunya nanti keterusan," ujar seorang ibu warga Pondang. (David Perdana Kusuma)

Habis Papua Timbul Gempa di Seluruh Dunia

  (geofon.gfz-potsdam.de)



Gempa Kaimana berkekuatan 7,4 SR mengakibatkan pergerakan seismik seluruh dunia.
Kamis, 30 September 2010, 20:54 WIB
Suwarjono 
 
VIVAnews - Gempa berkekuatan 7,4 skala richter (SR) di Kaimana, Papua Barat, Kamis 30 September dinihari memiliki imbas sangat besar.

Kesimpulan tim ahli dan tim Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana, telah terjadi peningkatan seismik di seluruh dunia yang sangat besar dan mendadak setelah gempa 7,4 SR di Kaimana.

"Peningkatan seismik di seluruh dunia ini terjadi selama 3 jam sejak gempa Kaimana," kata Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Andi Arief dalam rilisnya yang diterima VIVAnews, Kamis 30 September 2010.

Dijelaskan Andi, setelah terjadi gempa Kaimana, terjadi gempa susulan secara terus menerus dan merembet ke seluruh dunia. Peningkatan seismik ini untuk wilayah yang semakin dekat dengan epicenter Kaimana, waktu peningakatan seismik makin cepat. Sementara untuk wilayah yang semakin jauh dengan epicenter Kaimana, waktu terjadinya peningkatan seismik makin lambat.

"Peningkatan seismik makin cepat lagi di wilayah yang makin kuat hubungan lempeng dengan lempeng epicenter Kaimana," kata Andi.

Andi menjelaskan, gempa yang terjadi di Kaimana berimbas yang sangat kuat dengan gempa di wilayah dunia lainnya. Sebab, satu lempeng bergerak atau bergeser maka lempeng lainnya juga ikut bergeser atau bergerak.

Semakin lambat terjadinya peningkatan seismik secara mendadak dan besar maka diperlukan waktu rambat lebih lama untuk menggeser lempeng ke lempeng yg bersebelahan. "Pergerakan rantai gempa ini seperti efek domino gempa," katanya. (sj)

Jumat, 24 September 2010

Perasaanku

Aku tak selalu baik dan juga tak selalu benar, Sekali waktu aku begitu baik dan juga kadang sangat bodo. Aku hanya manusia biasa seperti yang lain, punya asa yang kadang-kadang tidak bisa diterima akal. Aku bersyukur bisa mengalami ini semua, perjalanan jiwa menemukan jati diri, aku senang bisa punya rasa syukur atas nikmat yng Tuhan berikan kepadaku. Aku sadari semakin aku bersyukur semakin banyak kebaikan yang kutemukan. Aku temukan, tidak semua mesti difikirkan secara logika, aku hanya bersyukur dan bermimpi setinggi langit… tanpa rasa takut, khawatir atau cemas. Kulakukan segala sesuatu dengan tulus menggunakan persaanku, kujalani cobaan dengan sabar dengan perasaanku, ku bersyukur yang semua terjadi membuat aku lebih kuat dan lebih dewasa.
” Aku mencintai hidupku apa adanya”

Rabu, 25 Agustus 2010

Vanuatu may hold key to Papuan independence


The conclusion of the Pacific Island forum has left a great sense of disappointment. There was every reason to think that Vanuatu would be the prominent voice in the forum for the West Papuan demand for a seat at the table. As recent as June 19 the Vanuatu Parliament passed a motion to bring the matter of West Papua to the UN this year.
All the public reports leading up to the forum, and the private assurances to the lobbying being done by the Vanuatu Free West Papua Association even up to the Prime Minister, gave every indication that West Papua would be high on the agenda, and even that the representative West Papua delegates would at least be given observer status.
In his opening speech, incoming forum chairman Vanuatu Prime Minister Edward Nipake Natapei, said: "We need to be talking much more about how we can bring hope to the Pacific citizens who are struggling to find employment; who are without political freedom . . What happened? Nothing. Silence. No delegate raised any matter publicly concerning West Papua. All the talk was that politically, the matter of Fiji dominated, and that this shut down any further debate about West Papua. Three questions arise from this: Is this the real reason why West Papua was not promoted? If not what was the reason? Does this failure mean that Vanuatu's sponsorship is now a lost cause for the West Papuan independence movement?
The real reason West Papua became the elephant in the room at the forum is that Natapei is obviously under great pressure from foreign powers — especially Australia, Papua New Guinea and Indonesia. Australia continues to advocate the territorial integrity of the Indonesian republic and the necessity of Special Autonomy working for West Papua. Australia is also the major development donor for the country, and that must come with some loyalty tag.
PNG, together with Solomon Islands, supports Fiji, contrary to Vanuatu who is taking the Australian/New Zealand stance. Indonesia, for its part, is increasingly muscling into the Pacific – it just supplied Vanuatu with new uniforms for its police force, and increased its presence from the usual six to 48 members at the most recent forum. These came in two waves, on August 1 and August 5, the last delegation including a West Papuan, Dr Felix Wainggai, an adviser to Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono on development on East Indonesia.
This probably proved too much fire-power for the Vanuatu PM, who afterwards on radio claimed that his silence on West Papua was due to procedural matters to do with the Melanesian Spearhead Group.
Another angle on Vanuatu's silence may have to do with the internal or external manifestations of the West Papuan independence groups themselves. A delegate to the PIF told Jacob Rumbiak, foreign affairs spokesman for the West Papuan National Authority (WPNA) and myself that the perception from inside the Vanuatu Foreign Office is that the West Papuan independence movement is still divided. The reality on the ground, however, is that there is a growing consensus from among the majority of activist groups, and more importantly between the Presidium and the WPNA — the transitional government increasingly recognised across West Papua as a credible political next-step to the current frameworks within West Papua.
The ire has been raised, however, of the pro-West Papua council of chiefs and various members of the coalition. They see this as a cave-in and Natapei and his government may not last.
All may not be lost then regarding Vanuatu's advocacy role for its Melanesian fellow countrymen in West Papua. PIF 2010 may prove a Pyrhhic victory for the countries leaning on Vanuatu. The groundswell of opposition is rising within Vanuatu. This will either galvanise the Natapei government or replace it with a coalition really dedicated to proceed on the West Papuan issue. Vanuatu's reluctant neighbours could indeed end up with a little mouse that is roaring in the Pacific.
Peter Woods spent five years in West Papua fro

Senin, 16 Agustus 2010

Statements





ILWP STATEMENT ON KOSOVO AND WEST PAPUA
By ILWP
Aug 16, 2010, 03:29


INTERNATIONAL LAWYERS FOR WEST PAPUA
http://www.ilwp.org/

STATEMENT ON KOSOVO AND WEST PAPUA

15TH AUGUST 2010

Two years ago today, on 15th August 2008, Serbia transmitted a request to the UN General Assembly for an advisory opinion from the International Court of Justice. The issue was whether Kosovo’s unilateral declaration of independence was in accordance with international law.

Less than a month ago, the International Court of Justice gave its opinion. An advisory opinion by the International Court of Justice about the right to independence clearly has implications for all subject peoples around the world. The ILWP welcomes the statement of the International Court of Justice (paragraph 79) that:

“During the second half of the twentieth century, the international law of self-determination developed in such a way as to create a right to independence for the peoples of non-self-governing territories and peoples subject to alien subjugation, domination and exploitation.”

Of great significance is the Court’s statement “that general international law contains no applicable prohibition of declarations of independence.”

The 15th August is also the anniversary of the signing in 1962 of the New York Agreement between the Kingdom of the Netherlands and Indonesia. This bilateral treaty guaranteed that the Papuans in the Dutch colony of West Papua would be allowed to exercise their right of self-determination. It has never happened.

Indonesia, the administering power has never permitted an act of self-determination as legally required by the New York treaty and by international law. Indonesia, the administering power, held what it called an “Act of Free Choice” and forced 1022 Papuans to say that they wanted West Papua to remain with Indonesia. For 48 years the Papuans have been denied their right to choose independence.

Today Kosovo is being recognised by an increasing number of states. But West Papua remains a colony – a people under alien subjugation, domination and exploitation.

Respect for the rule of law demands that international law is obeyed wherever it applies. States must not pick and choose which bits of international law they will respect and what they will ignore. The right to self-determination is a peremptory norm that all States must respect.

The ILWP once again asks the international community of States and the United Nations to ensure that West Papua (now divided into Papua and West Papua) is allowed to exercise its right to self-determination peacefully and in accordance with international law.

Melinda Janki
Melinda Janki
Chair
ILWP

Sabtu, 14 Agustus 2010

Polda Diminta Stop Panggil Sokrates

Gereja di Tanah Papua Serukan Dialog Nasional

Benny GiayJAYAPURA—Pemanggilan Pdt Duma Sokrates Sofyan Yoman Oleh Polda Papua, terkait pernyataan tentang berlarut-larutnya penyelesaian konflik di Puncak Jaya yang dinilai memojokkan TNI/Polri, menyulut keprihatinan Gereja. Sebagai bentuk keprihatinan itu, gereja akhirnya menyerukan dialog nasional menjadi pilihan satu-satunya penyelesaian konflik berkepanjangan tersebut.
Pernyataan gereja ini menyusul keresahan serta keprihatian gereja-ger eja di Tanah Papua terhadap kondisi umat dan masyarakat di Kabupaten Puncak Jaya serta Tanah Papua secara keseluruhan.
Rapat yang dihadiri peting­gi Gereja di Tanah Papua yakni Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt Jemima J Mirino-Krey Sth, Ketua Sinode Gereja Injili di Indonesia Pdt Lipius Biniluk STh, Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua Pdt DR Benny Giay, Persekutuan Gereja-Gejera Baptis di Tanah Papua Pdt Andreas Kogoya SMth, dan Keuskupan Jayapura Leo Laba Lajar OFM, di Kantor Sinode GKI di Tanah Papua di Jayapura, Kamis (12/8) kemarin.
Berhasil merumuskan pernyataan-pernyataan moral serta keprihatinan gereja-gereja di Tanah Papua terha­dap kasus-kasus di Tanah Papua serta Kabupaten Puncak Jaya secara khusus. Petinggi gereja di Tanah Papua menyerukan untuk segera dilakukan dialog nasional dalam rangka mencari solusi penyelesaian masalah-masalah di Tanah Papua secara adil, bermartabat dan manusiawi yang dimediasi pihak ketiga yang lebih netral. Gereja-gereja di Tanah Papua akan tetap konsisten dan teguh dalam memperjuangkan hak-hak umat Tuhan sesuai injil Yesus Kristus.

Gereja juga menyerukan kepada Gubernur Provinsi Papua, para pemimpin gereja dan agama di seluruh Tanah Papua, Dewan Adat Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP), DPR Papua, Pangdam XVII Cenderawasih, Kapolda Papua untuk berdialog dan dialog ini difasilitasi oleh pihak gereja.
Tanpa melupakan pemanggilan Polda Papua terhadap salah satu pemimpin gereja, maka gereja pun meminta kepada Kapolda Papua untuk segera menghentikan pemanggilan terhadap Ketua Umum Badan Pelayanan Pusat Gereja-Gereja Baptis Papua atas nama Pendeta Duma Sokratez Sofyan Yoman.
Khusus untuk masyarakat di Kabupaten Puncak Jaya dan Tanah Papua secara umum, gereja memohon agar tetap tenang dalam menghadapi tragedi menyedihkan yang masih terus berlangsung di Tanah Papua hingga saat ini.
DPRP dan MRP juga diminta untuk membuka mata dan telinga terkait rentetan persitiwa penembakan di Kabupaten Puncak Jaya dengan segera memanggil Gubernur Provinsi Papua selaku penguasa sipil di Papua, Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih pejabat negata yang bertanggungjawab akan keamanan wilayah di Tanah Papua untuk memberikan kejelasan terkait sejumlah kasus kekerasan yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya selama ini.
Lebih khusus kepada Kapolda Papua, Gereja mengharapkan, pengungkapan terhadap para pelaku teror penembakan di wilayah tersebut segera diungkapkan kepada publik.
Dan kepada Komisi Hak Asasi Nasional (KOMNAS HAM) dan KOMNAS HAM Perwakilan Papua untuk segera membentuk Tim Independent dalam rangka mencari pelaku dibalik seluruh kekerasan yang terjadi di Puncak Jaya untuk memperoleh data dan fakta yang akurat demi penegakan hkum, keadilan dan kebenaran.
Dalam berbagai persoalan dan realita kekerasan terhadap masyarakat asli Papua di seluruh Tanah Papua, gereja-gereja di Tanah Papua terus mendoakan Pemerintah, TNI da POLRI agar dikuatkan dan diberi hikmat oleh Tuhan Allah untuk menghadirkan keamanan yang sepenuhnya bagi masyarakat di Papua dalam takut akan Tuhan dan mengasihi sesama manusia. (hen)

Bintang Kejora itu, Jati Diri Orang Papua


Semuel Yaru alias Sem Yaru yang dua kali diproses hukum dengan jeratan pasal makar, dua kali itu pula dinyatakan lolos dan tidak terbukti makar. Apa yang ada dalam pikirannya tentang aksi yang dilakukan dan proses hukum yang dijalaninya. Ikuti bincang-bincang dengan Sem Yaru di sela-sela menunggu proses sidang.
Laporan : Ahmad Jainuri
Semuel Yaru‘’Bendera itu (Bintang Kejora) jati diri rakyat Papua yang pernah diberikan oleh Belanda,’’ ungkapnya saat ditanya tentang kenapa ia membawa bendera Bintang Kejora saat demo damai di Kantor MRP yang menye­retnya pada proses hukum dan dinyatakan tidak makar,  tetapi hanya vonis bersalah atas tindak pidana penghasutan.
Dan karena itu, menurutnya Belanda harus hadir guna mempertanggungjawabkan pemberiannya yang belum selesai tersebut.
Dan atas tindakannya tersebut, Sem Yaru tidak merasa bersalah sama sekali, pasalnya apa yang diinginkan adalah hak azasi manusia. ‘’Bendera itu HAM. Kami merasakan ada hak kami yang belum diberikan oleh Bangsa Indonesia yang saya anggap sebagai orang tua bagi Bangsa Papua. Sehingga kami harus minta hak sebagai seorang anak,’’ jelasnya.
Karena itu, Sem Yaru menuntut hak kedaulatan Bangsa Papua. ‘’Karena bendera itu juga adalah kedaulatan,’’ katanya.
Dan tentang kedaulatn yang dimaksudnya, Sem Yaru mengatakan bahwa jika hak tersebut nantinya diberikan, maka ia akan melanjutkan apa yang pernah dikatakan Theys H Elauy (Alm) bahwa ia bersama rakyat asli Papua tetap akan berdampingan dengan masyarakat pendatang yang ada di Papua. ‘’Bapak Theys kan pernah bilang, pendatang yang ada di Papua ini asset. Sehingga bagi pendatang yang ada di Tanah Papua tidak perlu kuatir jika hak kedaulatan kami diberikan,’’ jelasnya.
Disinggung tentang vonis yang dijatuhkan atas dirinya bersama Luther Wrait, Sem Yaru menegaskan bahwa ia akan terus berupaya untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah. ‘’Jangankan satu tahun, satu hari saja saya akan banding. Kalau perlu sampai mahkamah internasional akan saya tempuh,’’ tandasnya.
Dan tentang Otsus, Sem Yaru berpendapat bahwa UU Otsus untuk Papua tidak ada bedanya dengan Pepera. ‘’Otsus itu sama saja Pepera kedua,’’ tandasnya lagi.
Bagaimana pendapat praktisi hukum terkait kasus Sem Yaru serta sejumlah kasus yang dijerat dengan pasal yang sama, ikuti edisi berikutnya. (bersambung)