Laporan : Ahmad Jainuri
‘’Bendera itu (Bintang Kejora) jati diri rakyat Papua yang pernah diberikan oleh Belanda,’’ ungkapnya saat ditanya tentang kenapa ia membawa bendera Bintang Kejora saat demo damai di Kantor MRP yang menyeretnya pada proses hukum dan dinyatakan tidak makar, tetapi hanya vonis bersalah atas tindak pidana penghasutan.
Dan karena itu, menurutnya Belanda harus hadir guna mempertanggungjawabkan pemberiannya yang belum selesai tersebut.
Dan atas tindakannya tersebut, Sem Yaru tidak merasa bersalah sama sekali, pasalnya apa yang diinginkan adalah hak azasi manusia. ‘’Bendera itu HAM. Kami merasakan ada hak kami yang belum diberikan oleh Bangsa Indonesia yang saya anggap sebagai orang tua bagi Bangsa Papua. Sehingga kami harus minta hak sebagai seorang anak,’’ jelasnya.
Karena itu, Sem Yaru menuntut hak kedaulatan Bangsa Papua. ‘’Karena bendera itu juga adalah kedaulatan,’’ katanya.
Dan tentang kedaulatn yang dimaksudnya, Sem Yaru mengatakan bahwa jika hak tersebut nantinya diberikan, maka ia akan melanjutkan apa yang pernah dikatakan Theys H Elauy (Alm) bahwa ia bersama rakyat asli Papua tetap akan berdampingan dengan masyarakat pendatang yang ada di Papua. ‘’Bapak Theys kan pernah bilang, pendatang yang ada di Papua ini asset. Sehingga bagi pendatang yang ada di Tanah Papua tidak perlu kuatir jika hak kedaulatan kami diberikan,’’ jelasnya.
Disinggung tentang vonis yang dijatuhkan atas dirinya bersama Luther Wrait, Sem Yaru menegaskan bahwa ia akan terus berupaya untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah. ‘’Jangankan satu tahun, satu hari saja saya akan banding. Kalau perlu sampai mahkamah internasional akan saya tempuh,’’ tandasnya.
Dan tentang Otsus, Sem Yaru berpendapat bahwa UU Otsus untuk Papua tidak ada bedanya dengan Pepera. ‘’Otsus itu sama saja Pepera kedua,’’ tandasnya lagi.
Bagaimana pendapat praktisi hukum terkait kasus Sem Yaru serta sejumlah kasus yang dijerat dengan pasal yang sama, ikuti edisi berikutnya. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar